Jika berbicara mengenai istilah toxic, konotasinya pasti mengarah ke sesuatu yang beracun/negatif baik bagi fisik maupun mental. Namun tahukah kamu kalau ada fenomena yang disebut sebagai toxic positivity. Terasa janggal karena toxic positivity adalah terbentuk dari dua padanan kata yang bertentangan satu sama lain.
Daripada makin bingung, mari cari tahu apa itu toxic positivity beserta ciri, dampak, dan cara mengatasinya berikut ini.
Pengertian Toxic Positivity
Toxic positivity adalah suatu kondisi ketika kamu berusaha tetap positif dalam kondisi terburuk sekalipun. Caranya adalah dengan menyangkal semua emosi negatif yang sebenarnya sedang kamu rasakan.
Kalau kamu membaca pengertian tersebut seolah-olah tidak ada yang salah. Bukankah justru baik berusaha menjaga pikiran tetap positif dalam kondisi yang kurang baik sekalipun? Namun perhatikan secara cermat pada “caranya”.
Orang yang menganut toxic positivity adalah berusaha menyangkal bukan berdamai dengan emosi negatif. Jadi dalam hal ini ia berusaha menekan segala emosi negatif dan menganggapnya tidak pernah ada.
Sikap seperti ini tidaklah bagus karena lama kelamaan dapat merusak kestabilan mental kamu sendiri. Bagaimana bisa? Salah satu pencetus ilmu psikologi, Sigmund Freud menyatakan bahwa setiap ingatan/kenangan manusia akan tersimpan dalam alam bawah sadar.
Segala ingatan yang tersimpan di sini suatu saat dapat muncul ke permukaan kalau ada pelatuknya. Saat kamu berusaha menyangkal emosi negatif, sama saja kamu sedang menimbunnya dalam alam bawah sadar.
Semakin banyak emosi negatif yang tertumpuk inilah yang kemudian menjadi akar masalah mental. Lama kelamaan kamu akan semakin merasa tertekan karena banyak sekali emosimu yang tidak tersalurkan. Seandainya kemudian meledak maka sudah pasti hanya tindakan atau perkataan destruktif yang keluar.
Namun perlu diingat bahwa sikap toxic positivity adalah tidak selalu karena sugesti diri sendiri tapi juga orang lain. Saat seseorang menceritakan masalahnya tapi kemudian kamu malah merespon dengan adu nasib siapa yang lebih buruk. Bisa juga menyuruhnya untuk jangan terlalu ambil pusing dengan lihat sisi positifnya.
Perlakuan demikian juga termasuk toxic positivity karena kamu seolah menganggap remeh masalah orang tersebut. Kamu tidak cukup peduli untuk melihat masalah dari posisi orang tersebut.
- Toxic Positivity Menurut dr.Jiemi Adrian, Sp.KJ.
Menurut beliau, toxic positivity adalah kondisi di mana kamu tidak mau berurusan dengan emosi atau perasaan tidak menyenangkan yang kamu alami. Bagaimana pun caranya akan memaksakan diri agar selalu positif. Padahal dalam ilmu psikologi, emosi negatif seperti marah, sedih, kecewa, dll juga termasuk bagian dari kehidupan.
- Toxic Positivity Menurut Jennifer Howard Ph.D
Jennifer Howard menyatakan bahwa toxic positivity adalah sebuah tindakan yang mendoktrin untuk selalu berpikir positif yang justru ironis. Disebut ironis karena pada beberapa keadaan malah menambah emosi negatif seperti ketakutan dan kesepian. Ini terjadi karena doktrin tersebut seolah memaksa kamu untuk hidup dalam kepalsuan.
- Toxic Positivity Menurut Jennifer Murayama
Beliau menjelaskan bahwa toxic positivity adalah sikap untuk selalu optimis dalam berjuang yang sudah kelewatan. Alasannya karena di sini kamu hanya ingin selalu terlihat positif dengan meminggirkan segala yang kelihatannya negatif.
- Toxic Positivity Menurut Myisha Jackson
Dari sudut pandang sebagai konselor memaparkan toxic positivity adalah sugesti kepada diri sendiri atau orang lain untuk melupakan begitu saja kenangan pahit. Seolah tidak pernah terjadi apapun.
Baca juga: Lebih Cepat Lelah Mental, Ini Dampak Lain dari Hustle Culture
Ciri-Ciri Toxic Positivity
Khususnya di negara kita ini, toxic positivity adalah sering terjadi karena masalah kesehatan mental masih dianggap sepele. Supaya kamu tidak sampai berlaku seperti baik itu kepada diri sendiri maupun orang lain maka kamu perlu tahu apa saja ciri-cirinya :
- Sangat Susah untuk Terbuka
Tanda-tanda toxic positivity yang pertama adalah selalu menganggap tidak pernah terjadi masalah. Kalau demikian mau bagaimana mereka membuka diri kalau dari awal sudah memakai topeng “baik-baik saja”.
- Merasa Bersalah Ketika Memiliki Emosi Negatif
Ada kalanya mungkin kondisimu sudah tidak kuat lagi harus terus menimbun emosi negatif, kamu merasa bersalah ketika sedang dikuasai olehnya. Dirimu yang biasanya terlihat kuat harus menjadi seolah tidak berdaya karena itu. Bagi orang dengan toxic positivity adalah mereka anggap sebagai titik lemah
- Kamu Selalu Berusaha “Membius” Emosimu
Alih-alih mencari tahu penyebab dan berusaha mengatasi emosi negatif supaya sembuh, orang yang toxic positivity justru akan berusaha membiusnya. Membius di sini maksudnya adalah saat kamu menyangkal/ denial dengan emosi tersebut seolah tidak terjadi apa-apa.
- Judgmental Pada Orang Lain yang Berani Mengungkapkan Emosinya
Toxic positivity adalah sudah berada pada level yang mengganggu apabila kamu tidak hanya keras pada diri sendiri tapi juga pada orang lain. Kamu akan dengan cepat menyepelekan, menghakimi, dan mengadu nasib ketika ada orang lain yang berani mengungkapkan emosi negatifnya.
Jadi berhati-hatilah kalau kamu sering mengucapkan kata-kata seperti ini saat ada orang yang menceritakan masalahnya kepadamu :
- “Masa gitu aja nyerah? Masih banyak lho orang-orang yang ngalamin lebih sulit daripada kamu/”
- “Daripada ngeluh mulu, mending ambil aja hikmahnya.”
Kata-kata di atas seolah terlihat memotivasi tapi sebenarnya tidak ada empati. Kamu hanya langsung menilai tanpa peduli dari kacamata orang yang bercerita. Jangan sampai kamu terjebak dalam sikap toxic positivity seperti ini ya.
Contoh Toxic Positivity
Tenang, jangan merasa bersalah dahulu kalau mungkin toxic positivity adalah sudah sering kamu lakukan baik itu kepada diri sendiri atau orang lain. Bisa jadi itu berangkat dari sebuah ketidaktahuan, kamu tidak ada maksud demikian.
Oleh karenanya supaya kamu makin aware dengan sikap semacam itu, kamu perlu tahu lebih detail contoh-contohnya :
- Mengatakan kepada seseorang yang baru saja kehilangan orang yang paling dikasihi bahwa semua pasti ada hikmahnya.
- Menyuruh orang untuk bersyukur dengan cara membandingkan nasib orang lain atau diri sendiri yang lebih buruk. Tercermin dari perkataan seperti “ Lu masih mending, lah gua.”
- Memaksakan diri secara tidak wajar untuk terus mencapai sesuatu tanpa memperhatikan batasan diri.
- Menyemangati orang lain tapi juga menyelipkan kata-kata yang mematahkan semangat. Misalnya : “jangan nyerah dulu, masa kamu selemah itu?”
- Malah menyalah-nyalahkan orang yang sedang tertimpa suatu problema.
Toxic Positivity Dalam Hubungan
Dalam pergaulan sehari-hari antar teman biasa saja, toxic positivity adalah sikap yang menyebalkan. Apalagi dalam hubungan yang tarafnya lebih dalam seperti pacaran Bayangkan ciri-ciri di atas harus dihadapi setiap hari dari orang yang sama.
Jadi hati-hati buat kamu muda-mudi yang sekarang sedang memadu kasih. Kalau kamu menjumpai gejala-gejala toxic positivity berikut, lebih baik pertimbangkan lagi hubunganmu :
- Selalu Menghindari Konflik
Antara wanita dan pria pada dasarnya memiliki pemikiran yang berbeda 180 derajat sehingga pandangannya terhadap sesuatu pun juga akan demikian. Tidak mengherankan jadinya kalau dalam hubungan berpacaran, konflik menjadi sesuatu yang tidak terhindarkan. Tinggal bagaimana kedua belah pihak menyikapinya.
Ini yang jadi masalah karena orang toxic positivity yang menganggap melibatkan emosi negatif adalah sebuah kelemahan. Sampai kapanpun, solusi tidak akan pernah ada titik temu kalau seperti itu karena orang tersebut akan sedapat mungkin menghindari argumentasi. Biasanya akan menggunakan dalih “tidak mau cari keributan”.
Padahal tidak apa-apa berargumentasi dalam konflik selama kedua pihak berusaha menekan ego masing-masing dan saling memahami sudut pandang masing-masing.
- Tidak Rasional
Bukannya memikirkan bagaimana menyelesaikan masalah secara logis, kamu malah berlindung di balik kata-kata motivasi. Bukannya tidak baik tapi kata-kata motivasi sebagus apapun juga tidak akan berguna. Ujung-ujungnya hanya kamu jadikan alasan untuk membenarkan tindakanmu yang terus lari dari masalah.
- Sulit Untuk Terbuka Satu Sama Lain
Orang dengan toxic positivity selalu berusaha melihat segala sesuatu dari sisi baik tidak pada tempatnya. Doktrin yang juga membuat seseorang melihat emosi negatif sebagai sesuatu yang harus dihindari. Jika demikian bagaimana bisa terbuka satu sama lain kalau menyentuh emosi negatifnya saja tidak mau?
Pasanganmu akan jadi malas untuk berbagi denganmu karena kamu selalu berusaha berpandangan positif tanpa rasa peduli.
- Masalah Tidak Teratasi dan Semakin Menumpuk
Menganggap masalah tidak ada bukan berarti masalah itu hilang begitu saja. Bahkan seperti yang sudah disebutkan, emosi negatif sebagai dampak dari masalah justru akan tertimbun dalam alam bawah sadar.
Jika suatu saat emosi yang tertumpuk tadi meledak malah justru akan menimbulkan masalah baru.
Baca juga: Self Reward Adalah: Manfaat, Contoh, dan Tips-Tipsnya
Penyebab Toxic Positivity
Meskipun tidak baik tapi mengapa bisa orang-orang sampai menganut toxic positivity seperti ini? Kira-kira beginilah penyebabnya :
- Pengaruh sosial media yang membuat seolah kehidupan orang lain terlihat sangat megah. Kamu ingin meniru kehidupan yang seperti itu padahal belum tentu cocok.
- Doktrin-doktrin dari orang tua yang mengkotak-kotakkan berdasarkan gender.Misalnya laki tidak boleh menangis, tidak boleh kelihatan lemah, dsb.
- Rajin beragama lupa memanusiakan. Akibatnya orang dengan mudah menghakimi dengan dalil-dalil terhadap orang yang dianggapnya kurang dari segi ilmu maupun pengamalan.
- Kamu terlalu memasukkan hati setiap perkataan orang lain, tidak memiliki standarmu sendiri untuk menyaring.
Dampak Toxic Positivity
Tidak ada air bersih keluar dari comberan. Toxic positivity adalah juga demikian, meskipun seolah dikemas dalam kata-kata positif juga tidak akan berakibat baik. Kamu berpotensi mengalami hal-hal berikut :
- Kecenderungan memikul semuanya sendiri karena takut terlihat tidak berdaya di hadapan orang lain. Padahal kamu masih tetap seorang manusia yang sedikit banyak pasti akan butuh bantuan orang lain.
- Potensi terkena gangguan mental yang lebih serius seperti gangguan kecemasan dan rasa trauma. Ini bisa terjadi akibat emosi negatif yang terus menumpuk di alam bawah sadar.
- Melupakan batasan dirimu sebagai seorang manusia yang seharusnya berhak membela diri apabila ada hal buruk menimpa. Inilah mengapa orang yang menjadi korban kekerasan acapkali diam karena terus optimis pelakunya akan berubah.
Cara Mengatasi Toxic Positivity
Kamu tentu tidak mau bukan dampak-dampak di atas terjadi kepada diri sendiri maupun orang terdekatmu? Oleh karenanya mari lakukan beberapa cara menghindari toxic positivity ini :
Berdamai Dengan Emosi Negatif
Toxic positivity akan selalu tertanam jika kamu masih tidak mau menghadapi emosi negatif yang timbul. Inilah saatnya Anda harus mendobrak semuanya itu dengan mulai mengintrospeksi diri dengan benar yang tidak menyalahkan diri sendiri. Kamu selami mengapa emosi negatif itu timbul.
Langkah selanjutnya adalah jangan takut untuk membuka diri karena keterbukaan adalah kunci pemulihan. Luapkan emosimu baik itu ke dalam buku harian, seni, maupun curhat kepada orang yang kamu percaya. Jangan takut, meluapkan emosi bukan tanda kamu lemah tapi justru kamu adalah orang yang hebat karena berani menghadapi masalah.
Dengarkan Dulu Tanpa Menghakimi
Temanmu akan jauh lebih menghargai bila kamu hanya duduk diam menyimak ceritanya dengan baik daripada kamu bicara panjang untuk menceramahinya. Biasakan dengarkan dulu sampai emosinya reda. Akan lebih mudah mengajak bicara orang yang sudah tenang karena logikanya akan lebih terbuka.
Tapi kalau kamu memang tidak ada solusi maka sebaiknya jangan memaksakan. Bisa jadi sebenarnya temanmu hanya ingin didengarkan.
Secukupnya Berselancar di Media Sosial
Memang menyenangkan bermain media sosial dengan segala berita dan hiburan di dalamnya. Namun sebaiknya jangan terlalu berlebihan karena juga dapat menyugestikan toxic postivity. Lebih baik gunakan waktumu itu untuk kegiatan yang bermanfaat.Toxic positivity adalah masalah yang serius karena dalam jangka panjang akan merusak hubungan dan kesehatan mentalmu sendiri. Dengan demikian mulai sekarang buang segala doktrin yang salah dan mulai terbuka pada perasaanmu.